Senin, 04 April 2011

makalah fiqih


SUMBER FIQH DAN MADZHAB DALAM HUKUM ISLAM

Makalah ini guna memenuhi tugas

Mata Kuliah : FIQH 2

Dosen Pengampu : Bp. Amin Farih














Disusun Oleh :

1. A. Miftahul Huda (093111001)

2. Abdul Kholiq (093111002)

3. Abdul Rohman (093111003)


FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2010


I. PENDAHULUAN

Telah kami katakan bahwa fiqh adalah hukum-hukum syar’iyah amaliyah, yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan mukallaf, berupa ibadah dan muamalah.

Maksud dari sumber-sumber fiqh disini adalah dalil-dalil yang menjadi sandaran dan pijakkan dimana fiqh menimba darinya. Sebagian ulama menyebutnya dengan sumber-sumber syari’at islam. Apapun nama yang diberikan, sumber-sumber fiqh seluruhnya kembali kepada al-Qur’an ataupun sunnah.

Para mujtahid lahir pada periode ke-4 yang memiliki pengaruh signifikan dalam perkembangan dalam kemajuan fiqh. Mereka telah mendirikan madrasah-madrasah fiqh yang panjinya menaungi banyak fuqoha’ besar, dan memiliki banyak pengikut. Madrasah fiqh itu disebut dengan mazhab islam dan diiringi dengan nama pendirinya. Meskipun banyak jumlahnya, ia tidak memecah belah islam dan tidak memunculkan syari’at yang baru, melainkan hanya sebuah metode memahami syari’at, menafsirkan nash-nashnya, dan cara-cara mengistinbatkan hukum dari sumber-sumbernya.

II. RUMUSAN MASALAH

A. Sumber-sumber fiqh dan permasalahannya

· Sumber-sumber Hukum Fiqh

· Faedah Hukum Fiqh

· Masalah-masalah Fiqh

· Perbandingan Fiqh Terhadap Ilmu-ilmu yang Lain

· Fiqh dalam berbagai madzhab

B. Bermazhab dalam hukum islam

· Pengertian madzhab

· Sejarah munculnya madzhab

· Macam-macam madzhab dalam fiqh

· Haruskah kita bermadzhab

· Taklid pada selain madzhab empat

III. PEMBAHASAN

A. SUMBER FIQH DAN PERMASALAHANNYA

1. Sumber-sumber Hukum Fiqh

a. Al Qur’an

Al Quran adalah kitab suci yang di wahyukan kepada Nabi Muhammad SAW yang mengandung petunjuk kebenaran bagi kebahagiaan umat manusia. Yang terdapat dalam QS 16: 44

b. As-Sunnah

As-Sunnah adalah sumber ke dua setelah al Quran. Dalam termonologi Muhadditsin, fuqoha’ dan ushuliyyin, sunnah berarti sesuatu yang di nisbatkan kepada Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan ataupun ketentuan.[1]

Dalil tentang kedudukan sunnah sebagai sumber hukum kedua diantaranya terdapat dalam QS: Ali Imron 137. Adapun isi ayat tersebut adalah sebagai berikut:

ôs% ôMn=yz `ÏB öNä3Î=ö6s% ×ûsöß (#rçŽÅ¡sù Îû ÇÚöF{$# (#rãÝàR$$sù y#øx. tb%x. èpt6É)»tã tûüÎ/Éjs3ßJø9$# ÇÊÌÐÈ

Artinya; Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah; karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).(QS Ali Imron: 137)

Yang dimaksud dengan sunnah Allah di sini ialah hukuman-hukuman Allah yang berupa malapetaka, bencana yang ditimpakan kepada orang-orang yang mendustakan rasul.[2]

Sebagai bukti yang nyata bahwa Sunnah mempunyai daya hujjah dan menduduki tempat kedua setelah Al Quran ialah sabda Nabi SAW di dalam haji wada’:

تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُمَا اَبداً، كِتَابَ اللهِ وسُنَّةَ نَبِيِّهِ

Artinya: “Aku tinggalkan padamu dua urusan, sekali-kali kamu tidak akan tersesat sesudah keduanya; Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya”.

c. Ijma’

Ijma’ secara bahasa memiliki dua makna, salah satunya bermakna tekad atau keinginan yang kuat, Allah SWT berfirman:

(#þqãèÏHødr'sù... öNä.{øBr& ...

Artinya karena itu bulatkanlah keputusanmu. (QS Yunus:71)

Adapun arti ijma’ dalam istilah ulama ushul adalah kesepakatan para mujtahiddin dari kalangan umat Nabi Muhammad setelah beliau wafat pada suatu zaman tertentu terhadap suatu permasalahan hukum syar’i.

d. Qiyas

Sebagaimana telah di jelaskan bahwa Qiyas merupakan dalil hukum yang di sepakati di kalangan Madzhab sunni. Tokoh utama yang menempatkan Qiyas sebagai rujukan ke empat ialah As-Syafi’i (150-204H/767-820M). Menurut syafi’i qiyas merupakan suatu metode berfikir yang di gunakan untuk mencari dalil dengan contoh serupa yang terdapat dalam kitab As-sunnah.[3]

Sementara dari sunnah, terdapat banyak hadits yang menunjukkan tentang legalitas qiyas sebagai sumber hukum, antara lain intruksi Nabi ketika mengutus Muadz bin Jabal ke Yaman. Beliau terlebih dahulu bertanya, “Bagaimana kamu akan memutuskan suatu perkara jika diajukan kepadamu?” Muadz menjawab, “Saya akan memutuskannya denagn kitab Allah. Nabi bertanya lagi,”Jika tidak ada?” Muadz menjawab, “Saya akan memutuskannya dengan sunnah Rasulullah.” Nabi bertanya lagi, “jika tidak ada?” Muadz menjawab, “Saya akan berijtihad dengan pendapatku sendiri dan saya akan bersunggu-sungguh.” Rasulullah kemudian menepuk pundak Muadz dan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepada utusan Rasulullah dan membuat Allah dan Nabi-Nya ridha.”

Hadits ini menunjukkan tentang ke-hujjah-an qiyas dan wajibnya kita mengamalkannya karena Rasulullah sudah menyetujui Muadz menggunakan logikanya yang merupakan bagian dari bentuk qiyas.

2. Faedah Hukum Fiqh

Faedah ilmun fiqh (yang di takrifkan menurut takrif ahli ushul) amat besar. Diantaranya, mengetahui mana yang di suruh mana yang di larang, mana yang haram, mana yang halal, mana yang sah, mana yang batal dan mana yang fasid.[4]

3. Masalah-masalah Fiqh

Masalah-masalah fiqh menurut ahli ushul ialah ketetapan-ketetapan dan keterangan-keterangan fiqh, seperti; niat itu wajib, wudhu itu syarat syah sembahyang dan waktu sebab wajib sembahyang.

Fiqh islam membahas tentang masalah-masalah agama, amalan- amalan ibadah dan muamalat dengan segala macam jenis, aturan dan perinciannya yang bersumber pada kaidah - kaidah fiqh itu. Karenanya para ahli fiqh pada saat yang sama merupakan ulama dan ahli hukum.

Mereka disebut ulama karena bidang studi mereka mencakup segala macam bidang ilmu pengetahuan di masa lampau. Karena itulah, fiqh islam memegang peranan penting dan begitu besar dalam sejarah pemikiran islam dan juga dalam segala macam aspek kehidupan setiap muslim.[5]

4. Perbandingan Fiqh Terhadap Ilmu-ilmu yang Lain

Perbandingan fiqh terhadap urusan amalnya adalah seperti perbandingan tauhid dan tasawuf untuk kebaikan batin, yakni: kedudukan ilmu ini terhadaf urusan-urusan batin. Tauhid untuk kebaikan i’tikad, tasawuf untuk kebaikan rohani, sedangkan fiqh untuk kebaikan amal anggota.

5. Fiqh dalam berbagai madzhab

Fiqh dalam pengertian bahasa, ialah paham atau mengerti. Adapun dalam istilah, berarti ilmu hukum atau syari’at, dan orang yang ahli dalam ilmu ini disebut faqih.

Dikatakan bahwa fiqh itu ilmu atau pengetahuan. Betul bahwa ulama-ulama fiqh atau fuqaha kadang-kadang menggunakan ilmu-ilmu itu dengan makna paham atau mengetahui. Akan tetapi mereka meragukan, mereka mempelajari fiqh, ilmu ini mempunyai masalah sendiri dan kaidah-kaidah tertentu pula.

Dalam zaman Adz-Dzahabi dalam daulah abbasiyah perkembanagn negara dalam segala bidang mengalami kemajuan yang sangat pesat, tidak terkecuali ilmu hukum islam atau ilmu fiqh. Sehingga timbullah macam-macam madzhab. Akan tetapi, kemudian sebagian madzhab-madzhab itu hilang denagn sendirinya karena kehilngan pengikut-pengikutnya, sehingga tinggallah madzhab empat.[6]

B. BERMADZHAB DALAM HUKUM ISLAM

1. Pengertian Madzhab

Dari sudut pengertian bahasa “mazhab” itu berarti pendirian (al-mu’taqqad) atau system (al-thariqat), sumber, atau pendapat yang kuat (al-ashl).

Dapat juga diartikan “mazhab” itu: ia telah berjalan. “ia telah berlalu”, ia telah pergi”. Tetapi pada umumnya bahasa arab terpakai dengan arti “berjalan” atau “pergi”. Maka kata mazhab itu biasa diartikan dengan “jalan atau tempat yang dilalui”.

Pengertian mazhab menurut istilah ulama ahli fikh, ialah: mengikuti sesuatu yang dipercayai. Misalnya :

فُلاَنٌ تَمَذْهَبَ بِفُلاَنٍ

“Si fulan mengikuti dengan mazhabnya fulan”

Dengan ini dapat diartikan dasar pendirian yang diturut, karena telah penuh percaya. Misalnya seperti apa yang pernah dikatakan oleh imam Asy-Syafi’I kepada Imam Ahmad bin Hambal:

إِذَاصَحَّ عِنْدَ كُمُ الْحَدِىْثُ فَقُوْلُوْاِلَى كَىْ اَذْهَبَ اِلَىْهِ

“Apabila telah sahih hadist pada sisi kamu, maka kamu kataknlah kepada ku, agar aku dapat menuju (mengikut) kepadanya”.

Dari uraian tersebut diatas, mazhab menurut pengertian pertama adalah hasil ijtihad seseorang Imam tentang hukum sesuatu masalah agama, adalah identik dengan fiqh, atau hasil ijtihad mengenai suatu hukum.[7]

2. Sejarah Munculnya Madzhab

Asal mula mazhab fiqih sudah ada sejak zaman shahabat, seperti mazhab ‘aisyah, mazhab abdullah ibn umar, mazhab abdulah ibn mas’ud dan lain sebagainya. Kemudian pada masa tabi’in ada sekitar tujuh fuqoha' diantaranya Sa’id ibn Musayyib, ‘Urwah ibn Zubair, dan Qosim ibn muhammad. Baru pada masa tabi’it-tabi’in yang dimulai pada awal abad kedua Hijriyah, kedudukan ijtihad sebagai istinbath hukum semakin bertambah kokoh dan meluas, sesudah masa itu munculah mazhab-mazhab dalam bidang hukum Islam, baik dari golongan Ahl al-Hadits, maupun dari golongan Ahl al-Ra’yi.

Dari kalangan Jumhur pada masa ini muncul tiga belas mujtahid. Akan tetapi dari jumlah itu, ada sembilan imam mazhab yang paling populer dan melembaga di kalangan jumhur umat Islam dan pengikutnya. Pada periode inilah kelembagaan fiqih, berikut pembukuannya mulai dimodifikasikan secara baik, sehingga memungknkan semakin berkembang pesat para pengikutnya yang semakin banyak dan kokoh. Mereka yang dikenal sebagai peletak ushul dan manhaj (metode) fiqh adalah :

a. Imam Abu Said al-Hasan

b. Imam Abu Hanifah Al-Nu’man bin Tsabit bin Zauthy (Wafat150H)

c. Imam Auza’iy Abu Amr Abd Rahman bin ‘Amr bin Muhammad, (wafat:157H)

d. Imam sufyan bin Sa’id bin Masruq al-Tsaury (Wafat 160 H)

e. Imam al-Laits bin Sa’ad (Wafat 175 H)

f. Imam Malikbin Anas al-Ashbahy (Wafat 179 H)

g. Imam Sufyan bin Uyainah (Wafat 198 H)

h. Imam Muhammad bin Idris al-Syafi’I (Wafat 204 H).

i. Imam Ahmad bin Hanbal (Wafat 241 H)

Munculnya madzhab-madzhab tersebut, menunjukkan betapa majunya perkembangan hukum Islam pada masa itu. Hal itu terutama di sebabkan adanya tiga factor yang sangat menentukan bagi perkembangan hukum Islam sesudah wafatnya Rosulullah SAW. yaitu:

a). Semakin luasnya daerah kekuasaan Islam, mencakup wilayah-wilayah di semenanjung Arab, Iraq, Mesir, Syam, Persi, dan lain-lain.

b). Pergaulan kaum Muslimin dengan bangsa yang ditaklukannya. Mereka terpengaruh oleh budaya, adat istiadat serta tradisi bangsa tersebut.

c). Akibat jauhnya Negara-negara yang ditaklukannya itu dengan ibukota khilafah (pemerintahan) islam, membuat para gubernur, para hakim, dan para ulama harus melakukan ijtihad guna memberikan jawaban terhadap problem dan masalah-masalah baru yang dihadapi.

Perkebangan-perkembangn madzhab itu tidaklah sama. Ada yang mendapat sambutan dan memiliki pengikut yang mengembangkan serta meneruskannya, namun adakalanya madzhab kalah pengaruhnya oleh madzhab-madzhab lain yang datang kemudian, sehingga pengikutnya menjadi surut. Mereka hanya disebut saja pendapatnya disela-sela lembaran kitab-kitab para imam madzhab, bahkan ada yang hilang sama sekali. Madzhab yang dapat bertahan dan yang berkembang terus sampai sekarang serta banyak diikuti oleh umat Islam di dunia, hanya empat yaitu:

a. Madzhab Hanafi, pendirinya Imam Abu Hanifah

b. Madzhab Maliki, pendirinya Imam Malik

c. Madzhab Syafi’i, pendirinya Imam Syafi’i

d. Madzhab Hanbali, pendirinya Imam Ahmad bin Hanbal

Madzhab-madzhab tersebut tersebar keseluruh pelosok negara yang berpeduduk muslim. Dengan tersebarnya madzhab-madzhab tersebut berarti tersebar pula syari’at islam kepelosok dunia yang dapat mempermudah umat islam untuk melaksanakannya.

Kemunduran fiqih islam yang berlangsung sejak pertengahan abad keempat sampai akhir abad 13 H ini sering disebut sebagai “periode taqlid” dan “penutupan pintu ijtihad”.disebut demikian, karena sikap dan paham yang mengikuti pendapat para ulama mujtahid sebelumnya dianggap sebagai tindakan yang lumrah, bahkan dipandang tepat[8].

Berbagai cara ijtihad para mujtahidin, berbagai-bagai keadaan mereka, maka sudah pasti berbagai-bagai pula hasil dari ijtihad masing-masing mereka, karena berbeda-beda tempat dan masa hidupnya masing-masing mujtahidin. Perbedaan jalan berfikir dan caranya, karena lengkap atau kurang lengkapnya nash (dalil-dalil dari Kitab dan Sunnah) yang diketahui oleh masing-masing mujtahid. Dan sebab-sebab yang demikian pulalah yang menyebabkan ikhtilaf (perbedaan pendapat) para ulama' yang datang kemudian. Apalagi karena masing-masing Imam yang datang kemudian harus dapat menetapkan mana-mana dari hukum-hukum itu yang boleh dianggap sebagai rukun atau syarat, menjadi wajib atau fardu, mana yang boleh dianggap sebagai sunnat atau mubah, atau hanya sebagai adab semata.

Tiap-tiap cara yang digunakan dan dituruti oleh masing-masing Imam atau Ulama' dalam menetapkan paham atau hukum inilah yang dinamakan kemudian "MADZHAB"[9].

3. Macam–macam Madzhab dalam Fiqh

Dalam Al-Qur’an dan sunnah tidak akan kita dapati perkataan madzhab. Dengan demikian dapat diketahui, bahwa di masa Nabi Muhammad Saw. Perkataan madzhab itu belum di dengar oleh para sahabat Nabi. Dalam hukum islam, madzhab dapat dikelompokkan kepada:

a). Ahli sunnah wal jama’ah

1. Ahli al-Ra’yi, madzhab ini lebih banyak menggunakan akal (nalar) dalam berijtihad, seperti imam Abu Hanifah. Beliau adalah seorang imam yang rasional yang mendasarkan ajaran dari al- Qur’andan sunnah, ijma’, qiyas serta istihsan.

2. Ahl al Hadist, madhab ini lebih banyak menggunakan hadist dalam berijtihad dari pada menggunakan akal, yang penting hadis yang digunakana itu shohih. Yang termasuk dalam madzhab ini adalah:

a. Madzhab Maliki

Madzhab ini dibina oleh Imam Malik bin Anas. Ia tercenderung kepada ucapan dan perbuatan Nabi SAW. Madzhab ini berkembang di Afrika Utara, Mesir, Sudan, Qathar, dan Bahrain.

b. Madzhab Syafi'i

Madzhab ini mengikuti Imam Syafi'i. Beliau adalah murid Imam Malik yang pandai. Beliau membina madzhabnya antara ahli Al-Ra'yi dan ahli al-Hdist (moderat), meskipun dasar pemikrannya lebih dekat kepada metode ahlu al-Hadist. Madzhab Syafi'i berkembang di Mesir, Siria, Pakistan, Saudi Arabia, India Selatan, Muangtai, Filipina, Malaisya dan Indonesia.

c. Madzhab Zahiri

Madzhab yang mengikuti Imam Dawud bin Ali. Madzhab ini lebih cenderung kpada zahir Nas dan berkembang di Spanyol pada abad V H. Oleh Ibn Hazm (Wafat 456 H-1085 M). Sejak itu madzhab ini berangsur-angsur lenyap hingga sekarang.

b). Syiah

Pada mulanya syiah ini adalah madzhab politik yang beranggapan bahwa yang berhak menjadi kholifah adalah sayyidina Ali ra. Dan keluarganya setelah Nabi SAW Wafat. Madzhab ini kemudian pecah menjadi beberapa golongan, yang terkenal sampai sekarang, antara lain:

1. Syiah Zaidiah

Syiah zaidiah adalah pengikut Ziad bin Ali Zain al-Abidin. Syiah zaidiah berpendapat, bahwa Imam tidaklah ditentukan Nabi orangnya tetapi hanya sifat-sifatnya. Tegasnya Nabi tidak mengetakan bahwa Ali adalah yang akan menjadi Imam sesudah beiau wafat, tetapi Nabi hanya menyebut sifat-sifat imam yang akan menggantikan beliau. Di antara sifat-sifat yang dimaqsud adalah: takwa, alim, murah hari.

2. Syiah Imamiyah

Madzhab syiah Imamiyah disebut juga dengan madzhab syiah Itsna Asy'ariyah (syiah dua belas), karena mereka mempunyai dua belas orang imam nyata. Syiah imamiyah menjadi paham resmi di Iran sejak permulaan abad ke 16 yaitu setelah paham itu dibawa kesana oleh Syiah Ismailiyah. Madzhab syiah ini masih berkembang sampai sekarang, terutama d Iran, Iraq, Turki, Siria, dan Afganistan.

c). Madzhab-madzhab yang telah musnah

Sebagian dari madzhab-madzhab para fuqaha, ada yang memiliki pengikut-pengikut yang menjalankanya, namu pada suatu waktu mereka kalah pengaruh dari madzhab-madzhab lain yang datang kemudian, sehingga pengikut-pengikutnya menjadi surut. Imam-imam yang pernah terkenal dari madzhab-madzhab tersebut yang kurang atau tidak berkembang lagi adalah:

1. Abu Amr Abd. Rahman bin Muhammad al Auza'iy.

2. Abu Sulaiman Daud bin Ali bin Khalaf al Ash Bahani.

3. Madzhab Al-Thabary.

4. Madzhab al Laits

4. Haruskah Kita Bermadzhab

Terhadap adanya madzhab dalam fiqh umat islam terbagi menjadi dua golongan yaitu :

a. Umat Islam tidak perlu bermadzhab

Usaha-usaha umat islam dalam melepaskan diri dari ikatan madzhab ini sudah lama di rintis oleh tokoh-tokoh ulama-ulama yang anti madzhab, seperti Ibnu Taimiyah, Ibnu Hazm, Ibnul Qoyyim dan ulama-ulama lain yang seangkatan dengan beliau. Kemudian semakin populer setelah di kumandangkan oleh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab di Nejed (saudi arabia), Muhammad abduh dan Rasyid Ridha di mesir dan Sayyid Jamaluddin Al- Afgani dari Afganistan.

Menurut Syekh Muhammad abduh umat islam haram bermadzhab tidak boleh bertaklid kepada imam-imam madzhab dan harus berani berijtihad, karena ijtihad itu adalah urusan yang mudah dan tidak seberat seperti yang di gambarkan oleh para ulama-ulama sebelumnya. Dengan kebebasan berfikir umat islam akan maju dan sanggup menghadapi tantangan dunia modern sebagaiman halnya orang-orang barat.

b. Umat Islam wajib bermadzhab

Kondisi umat di seluruh dunia juga di indonesia dalam penguasaan ilmu-ilmu keislaman sangat berfariasi, baik dilihat dari segi kadar kemampuannya maupun dari subyeknya. Secara global dapat di gambarkan agama islam di anut oleh tiga setrata sosial :

1) Golongan yang berpendidikan rendah

2) Golongan yang berpendidikan menengah

3) Golongan yang berpendidikan tinggi

Umat islam yang dapat menduduki sebagai pemikir atau intelek masih sedikit jumlahnya dibanding dengan golongan pertama dan kedua. Dengan demikian maka umat islam wajib mengikuti mazhab-mazhab dengan alasan:

1) Nash al-Qur’an

2) Dari segi ijma’

3) Dari segi rasio.[10]

5. Taqlid Kepada Selain Madzhab Empat

Mazhab-mazhab fiqih Islam tidak hanya terbatas pada empat mazhab sebagaimana dugaan orang selama ini. Tetapi juga imam-imam lain yang hidup sezaman dengan mereka (keempat imam tadi) yang peringkat ilmu dan ijtihadnya sama seperti mereka, bahkan mungkin jauh lebih pandai dan lebih mengerti dari pada mereka.

Sebelum Mazhab Empat muncul, juga sudah terdapat imam-imam dan ustadz-ustadz bagi imam-imam mazhab itu, bahkan bagi syekh-syekh mereka dan syekhnya syekh mereka, yang dapat dihitung dengan Jari. Mereka merupakan lautan ilmu dan pelita petunjuk. Sebelum mereka (fuqaha zaman tabi’in), juga ada fuqaha-fuqaha sahabat yang merupakan alumni “madrasah nubuwwah” (kenabian). Mereka adalah orang-orang yang menyaksikan sebab-sebab turunnya Al-Qur’an dan sebab-sebab datangnya suatu hadits. Mereka paling jernih pemahamannya terhadap agama, dan paling mengerti maksud Al-Qur’an, serta paling tahu dilalah (petunjuk) bahasa dan lafalnya.

Seorang muqallid yang bertaklid kepada sebagian mujtahid dalam satu perkara dari berbagai perkara yang ada, dan bertindak sesuai dengan pendapat mujtahid dalam perkara tersebut, maka ia tidak boleh meninggalkan mujtahid itu dalam hukum tersebut. Ia boleh bertaklid kepada mujtahid lainnya dalam perkara-perkara yang lain sebagaimana ketetapan dari ijma’ shahabat. Dalam masalah ini, maka tidak ada larangan baginya untuk mengikuti mazhab lain.[11]

IV. ANALISIS

Didunia ini banyak terdapat mazhab, tetapi yang populer atau mashur ada empat yang biasa disebut dengan Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, dan Mazhab Hanbali. Pada kenyataannya zaman sekarang banyak masyarakat yang bertaqlid kepada mazhab-mazhab tertentu yang menurutnya benar.

V. KESIMPULAN

1. Sumber-sumber hukum fiqh diantaranya adalah alQuran, as Sunnah, Ijma’ dan Qiyas

2. Faedah Ilmu fiqh yaitu mengetahui mana yang di perintahkan dan mana yang dilarang oleh syariat

3. Masalah-masalah fiqh adalah membahas tentang masalah-masalah agama dan amalan ibadah dan muamalat dengan berbagai macam jenis, aturan dan perinciannya yang bersumber pada kaidah-kaidah fiqh itu.

4. Perbandingan fiqh terhadap ilmu yang lain adalah adalah terdapat pada urusan batin diantaranya, tauhid untuk i’tikad, tasawuf untuk kebaikan rohani sedangkan fiqh untuk kebaikan amal anggota.

5. Fiqh berbagai pendapat madzhab yaitu bahwa fiqh itu ilmu atau pengetahuan. Betul bahwa ulama-ulama fiqh atau fuqaha kadang-kadang menggunakan ilmu-ilmu itu dengan makna paham atau mengetahui. Akan tetapi mereka meragukan, mereka mempelajari fiqh, ilmu ini mempunyai masalah sendiri dan kaidah-kaidah tertentu pula. Dan karena fiqh bersifat terbuka.

6. Pengertian madzhab secara bahasa berarti pendirian dan secara istilah mengikuti sesuatu yang di capai.

7. Sejarah munculnya madzhab yaitu berawal dari massa Rasulullah, pada massa umat islam pada abad keempat.

8. Macam-macam madzhab, dapat dikelompokkan menjadi:

a) Ahli sunnah wal jama’ah

1. Ahli al-Ra’yi seperti imam Abu Hanifah

2. Ahl al Hadist seperti imam Malik bin Anas, imam Syafi’i, imam Dawud bin Ali

b) Syiah, diantaranya Syiah Zaidiah dan Imamiyah

c) Madzhab-madzhab yang telah musnah, diantaranya Abu Amr Abd. Rahman bin Muhammad al Auza'iy, Abu Sulaiman Daud bin Ali bin Khalaf al Ash Bahani, Madzhab Al-Thabary, dan Madzhab al Laits.

9. Hukum bertaklid pada madzhab yang dianut, ada yang membolehkan dan ada juga yang mengkharamkan. Keduanya itupun mempunyai dasar-dasar ataupun alasan yang kuat.

10. Apabila setiap persoalan yang diambil dari mazhab yang diikutinya berkaitan dengan apa yang ia lakukan, maka secara mutlak ia tidak diperkenankan bertaklid kepada selain mazhab yang telah dipilihnya dalam perkara tersebut. Lain halnya jika amal perbuatannya itu tidak tergantung kepada perkara yang telah ditentukan oleh mazhab yang dianutnya. Dalam masalah ini, maka tidak ada larangan baginya untuk mengikuti mazhab lain.

VI. PENUTUP

Demikian makalah ini kami susun, kami menyadari tentunya dalam penyusunan makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan, dan masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Semoga dalam kekurangan ini terdapat pelajaran yang bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Ash Shiddiqy, Teungku M hasbi, Pengantar Hukum Islam, Semarang; PT Pustaka Rizki Putra, 2001

A.Sirry, Mun’im, Sejarah Fiqh Islam, Surabaya: Risalah gusti, 1995

Bisry, Cik Hasan, Model Penelitian Fiqh, jilid I, Bogor: kencana, 2003

Gani, Bustami, dkk. Al Quran dan Tafsirnya, Jilid II. Semarang: PT Citra

Mahmassani, Sobbi, Filsafat Dalam Hukum Islam, Bandung; PT Alma’arif ,1976

Said Ramadhan al- Buthi, dkk, Bebas Madzhab Membahayakan Islam, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1985

Yusuf ,M.Hamdani, Perbandingan Mazhab,semarang:PT.Cipta Jati Aksara,1994

Yanggo, Huzaemah Tahido, Pengantar Perbandingan Madzhab, Ciputat, 1997

Effhar,1993


[1] Mun’im A. Sirry, Sejarah Fiqh Islam, (Surabaya : Risalah gusti, 1995), hlm, 25-27.

[2] Bustami Gani,dkk. Al Quran dan Tafsirnya, Jilid II. (Semarang: PT Citra Effhar.1993) hlm 451-455.

[3] Ibid., hlm, 59-61

[4] Teungku M hasbi Ash Shiddiqy, Pengantar Hukum Islam, (Semarang : PT Pustaka Rizki Putra, 2001), hlm, 25-26.

[5] Ibid., hlm, 25-26.

[6] Dr. Sobbi Mahmassani, Filsafat Dalam Hukum Islam, (Bandung : PT. Alma’arif ,1976), Hlm, 31-45.

[7] DRS.M.Hamdani Yusuf, Perbandingan Mazhab,(semarang:PT.Cipta Jati Aksara,1994),hal.7-9.

[8] Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Madzhab, ( Ciputat, 1997).

[9] Said Ramadhan al- Buthi, dkk, Bebas Madzhab Membahayakan Islam .( Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1985)

[10] Drs. M. Hamdani yusuf. Opcit, hlm 19-26

[11] Teungku M hasbi Ash Shiddiqy, Opcit. Hlm 67-71