Senin, 02 Mei 2011

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ORLA

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah: Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Wahyudi M.Pd




Disusun Oleh:
1. Alek Budi Santoso (093111019)


2.
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011



I. PENDAHULUAN
Orde lama (ORLA) itu memegang pemerintahan di indonesia dimulai setelah kemerdekaan yaitu tahun 1945 sampai tahun 1966. Di mana pada masa-masa ini indonesia sedang mengalami kegembiraan juga kesusahan karena dituntut banyak hal dalam masalah kenegaraan. Juga dituntut harus mempersiapkan sistem pemerintahan untuk masa-masa mendatang.
Seperti halnya negara-negara dunia ketiga lainnya yang baru muncul setelah berakhirnya perang dunia ke-dua, segera setelah memperoleh kemerdekaanya Indonesia pun langsung dihadapkan pada kebutuhan untuk menciptakan dan menerapkan suatu sistem politik modern dengan didukung birokrasi pemerintahan sebagai kekuatan utama. Tetapi dalam tahap-tahap awal yang memakan waktu hampir dasawarsa, seluruh perhatian masih dipusatkan pada masalah bagaimana basis kebangsaan yang kokoh sebagai Nation State baru di tengah-tengah realitas keanekaragaman loyalitas primodial yang mempunyai potensi konflik dalam masyarakatnya. Dengan kata lain dalam tahap-tahap awal ini Indonesia masih dihadapkan pada masalah pembinaan bangsa (Nation Building)
Di dalam pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa tujuan kita membentuk negara kesatuan Republik Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang survive didalm menghadapi berbagai kesulitan. Kenyataanya adalah dewasa ini bangsa indonesia masih berada di tengah-tengah krisis yang menyeluruh, dan tidak dapat disangkal juga didalam bidang pendidikan. Dimana bangsa Indonesia harus mampu menciptakan pendidikan yang dibutuhkan masyarakat Indonesia pada masa itu dan masa yang akan datang.

II. RUMUSAN MASALAH
A. Usaha-Usaha Pendidikan Islam Pada Masa ORLA
B. Kebijakan pemerintah republik Indonesia dalam Pendidikan Islam
C. Keadaan Madrasah-Madrasah pada Masa ORLA

III. PEMBAHASAN
A. Usaha-Usaha Pendidikan Islam Pada Masa ORLA
Dimasa pemerintahan Hindia-Belanda, pendidikan agama islam tidak masuk kurikulum, meskipun dapat dikembangkan diluar jam sekolah. Dalam Indische start sregeling pasal 179 (2) dinyatakan ”pengajaran umum adalah netral, artinya pengajaran itu diberikan dengan menghormati keyakinan agama masing-masing. Pengajaran agama hanya boleh berlaku diluar jawa sekolah.
Dan ketika kementerian PP dan K dipegang oleh Mr.Suwandi (2 Oktober 1946 - 27 Juni 1947) dibentuklah panitia penyelidik pengajaran yang dipimpin oleh Ki Hajar Dewantoro. Beberapa rekomendasi yanng menguatkan posisi pendidikan agama dibuat oleh panitia ini, sebagai berikut:
1. Pelajaran agama dalam semua sekolah diberikan pada jam pelajaran sekolah.
2. Para guru pendidikan agama dibayar pemerintah.
3. Di sekolah rakyat, pendidikan ini diberikan mulai kelas IV.
4. Para guru diangkat oleh Departemen Agama.
5. Pendidikan ini dilaksanakan seminggu sekali pada jam tertentu.
6. Para guru agama diharuskan juga cakap dalam pendidikan umum.
7. Pemerintah menyediakan buku untuk pendidikan agama.
8. Diadakan latihan bagi para guru agama.
Pada masa ini pemerintah mulai memperhatikan pendidikan agama dengan menetapkan pendidikan agama masuk dalam kurikulum pengajaran.
Setelah terjadi penyerahan kedaulatan dari pemerintah belanda kepada pemerintah indonesia dan berdiri RIS, maka dalam kabinet Hatta (1950), Wahid Hasyim dipilih menjadi Menteri Agama. Jabatan itu terus menerus dipegangnya sampai 3 kali kabinet, yaitu dalam kabinet Natsir dan kabinet Sukiman, sehingga ia memegang kementerian agama selama 2 tahun. Dan banyak kemajuan yang dihasilkan selama kepemimpinannya, seperti mengadakan konferensi-konferensi dinas, pertemuan-pertemuan ulama’, membentuk jawatan-jawatan dan bagian-bagian dalam kementerian agama.
Adapun usaha dan jasanya dalam pendidikan dan pengajaran islam antara lain
1. Mengeluarkan peraturan tentang susunan dan tugas kewajiban kantor pusat kementerian agama dan lapangan pekerjaan, susunan serta tugas kewajiban. Jawatan urusan agama, jawatan pendidikan agama, jawatan penerangan agama.
2. Mengeluarkan peratuarn bersama menteri PP dan K dan menteri tentang pendidikan agama di sekolah-sekolah negeri dan partikelir.
3. Menyusun Top formasi pegawai kantor pendidikan agama di provinsi dan kabupaten di seluruh indonesia.
4. Mendirikan kantor-kantor pendidikan agama di provinsi-provinsi dan kabupaten-kabupaten di seluruh indonesia.
5. Mendirikan Sekolah Guru Hukum Agama (SGHA) negeri di Kotaraja Aceh (13 Pebruari 1951).
6. Mendirikan SGHA negeri di Bukittinggi (Sumatera Tengah).
7. Mendirikan Pendidikan Guru Agama Negeri di Tanjung Pinang (Sumatera Tengah) 31 Mei 1951.
8. Mengusahakan keluarnya keputusan menteri P dan K dengan persetujuan menteri agama tentang penghargaan ijazah-ijazah madrasah.
9. Mendirikan Pendidikan Guru Agama di Kutaraja (14 Agustus 1951)
10. Mendirikan Pendidikan Guru Agama di Padang (16 Agustus 1951)
11. Mendirikan Pendidikan Guru Agama di Banjarmasin (16 Agustus 1951)
12. Mendirikan Pendidikan Guru Agama di Jakarata (16 Agustus 1951)
13. Mendirikan Pendidikan Guru Agama di Tanjung Karang, Sumatera Selatan (16 Agustus 1951)
14. Mendirikan Pendidikan Guru Agama di Bandung (2 Agustus 1951)
15. Mendirikan Pendidikan Guru Agama di Pamekasan (8 Agustus 1951)
16. Mendirikan SGHA Negeri di Bandung (2 Agustus 1951)
17. Menetapkan rancana pendidikan agama islam di sekolah-sekolah rakyat dari kelas IV-VI (6 Mei 1951)
18. Menetapkan rencana pendidikan agama islam di sekolah-sekolah lanjutan tingkat pertama (31 Agustus 1951)
19. Menetapkan rencana pelajaran agama islam di sekolah-sekolah lanjutan tingkat pertama (31 Agustus 1951)
20. Mengeluarkan perasturan bersama menteri PP dan K dan menteri agama tentang peraturan PTAIN di Yogyakarta (21 Oktober 1951)
Pada masa itulah lahirnya persatuan rencana pelajaran agama di sekolah-sekolah negeri mulai dari sekolah-sekolah rakyat sampai sekolah-sekolah lanjutan tingkat pertama.

B. Kebijakan Pemeritah Republik Indonesia dalam Bidang Pendidikan Islam.
Pada tanggal 17-8-1945 Indonesia merdeka. Tapi musuh-musuh Indonesia tidak diam, bahkan berusaha untuk menjajah kembali. Pada bulan Oktober 1945 para ulama di Jawa memproklamasikan perang jihad fisabilillah terhadap Belanda/Sekutu. Hal ini berarti memberikan fatwa kepastian hukum terhadap perjuangan umat Islam. Pahlawan perang berarti pahlawan jihad yang terkategori sebagai syuhada perang. Isi fatwa tersebut adalah sebagai berikut :
a. Kemerdekaan Indonesia ( 17-8-1945 ) wajib dipertahankan.
b. Pemerintah RI adalah satu-satunya pemerintah yang sah yang wajib dibela dan diselamatkan.
c. Musuh-musuh RI ( Belanda/Sekutu ), pasti akan menjajah kembali bangsa Indonesia. Karena itu kita wajib mengangkat senjata menghadapi mereka.
d. Kewajiban-kewajiban tersebut di atas adalah jihad fisabilillah.

Ditinjau dari segi pendidikan rakyat, maka fatwa ulama tersebut besar sekali artinya. Fatwa tersebut memberikan faedah sebagai berikut :
1) Para ulama dan santri-santri dapat mempraktekkan ajaran jihad fisabilillah yang sudah dikaji bertahun-bertahun dalam pengajian kitab suci fiqih di pondok atau madrasah.
2) Pertanggumgjawaban mempertahankan kemerdekaan tanah air itu menjadi sempurna terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Di tengah-tengah berkobarnya revolusi fisik, pemerintah RI tetap membina pendidikan agama pada khususnya. Pembinaan pendidikan agama itu secara formal institusional dipercayakan kepada Departemen Agama dan Departemen P & K ( Dep Dik Bud ). Oleh karena itu maka dikeluarkanlah peraturan-peraturan bersama antara kedua departemen tersebut untuk mengelola pendidikan agama di sekolah-sekolah umum ( negeri dan swasta ). Adapun pembinaan pendidikan agama di sekolah agama ditangani oleh Departemen Agama sendiri.
Pendidikan Agama islam untuk sekolah umum mulai diatur secara resmi oleh pemerintah pada bulan desember 1946. Sebelum itu pendidikan agama sebagai pengganti pendidikan budi pekerti yang sudah ada sejak zaman Jepang, berjalan sendiri-sendiri di masing-masing daerah.
Pada bulan Desember 1946 dikeluarkan peraturan bersama dua Menteri yaitu Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan pengajaran yang menetapkan bahwa pendidikan agama diberikan mulai kelas IV SR (Sekolah rakyat = Sekolah Dasar) sampai kelas VI. Pada masa itu keadaan keamanan di Indonesia belum mantap sehingga SKB Dua Menteri di atas belum dapat berjalan dengan semestinya. Daerah-daerah di luar Jawa masih banyak yang memberikan pendidikan agama mulai kelas I SR. Pemerintah membentuk Majelis Pertimbangan Pengajaran Agama Islam pada tahun1947, yang dipimpin oleh ki Hajar Dewantoro dari Departemen P&K dan Prof. Dr. Abdullah Sigit dari Departemen Agama. Tugasnya ikut mengatur pelaksanaan dan Menteri pengajaran agama yang diberikan disekolah umum.
Pada tahun 1950 dimana kedaulatan indonesia telah pulih untuk seluruh indonesia, maka rencana pendidikan agama untuk seluruh wilayah indonesia makin disempurnakan dengan dibentuknya panitia bersama yang dipimpin oleh prof. Mahmud Yunus dari Departemen Agama dan Mr. Hadi dari Departemen P&K. Hasil dari panitia itu adalah SKB yang dikeluarkan pada bulan Januari 1951.Iisinya ialah :
a. Pendidikan agama diberikan mulai kelas IV Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar).
b. Di daerah-daerah yang masyarakat agamanya kuat (misalnya di sumatera, kalimantan, dan lain-lain), maka pendidikan agama diberikan mulai kelas I SR dengan catatan bahwa mutu pengetahuan umumnya tidak boleh berkurang dibandingkan dengan sekolah lain yang pendidikan agamanya diberikan mulai kelas IV.
c. Di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan Tingkat Atas (umum dan kejuruan) diberikan pendidikan agam sebanyak 2 jam seminggu.
d. Pendidikan agama diberikan kepada murid-murid sedikitnya 10 orang dalam satu kelas dan mendapat izin dari orang tua/walinya.
e. Pengangkatan guru agam, biaya pendidikan agama dan materi pendidikan agama ditanggung oleh Departemen Agama.

Untuk menyempurnakan kurikulumnya maka dibentuk panitia yang dipimpin oleh KH.Imam Zarkasyi dari pondok Gontor Ponorogo. Kurikulum tersebut disahkan oleh Menteri Agama pada tahun 1952. Dalam ketatanegaraan kita dinyatakan bahwa Negara berdasarkan UUD 1945.Kedaulatan ditangan rakyat yaitu ditangan MPR. Sebelum dibentuknya MPR menurut UUD 1945, di Indonesia pernah dibentuk MPRS (sementara) pada tahun 1959.
Dalam sidang pleno MPRS, pada bulan Desember 1960 diputuskan sebagai berikut: “Melaksanakan Manipol Usdek dibidang mental/kebudayaan/agama dengan syarat spiritual dan material agar setiap warga negara dapat mengembangkan kepribadiannya dan kebangsaan Indonesia serta menolak pengaruh-pengaruh buruk kebudayaan asing” (Bab II pasal II:I). Dalam ayat 3 dari pasal tersebut dinyatakan bahwa: “Pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah umum, mulai sekolah rendah (dasar) sampai universitas”, dengan pengertian bahwa murid berhak ikut serta dalam pendidikan agama jika wali murid/murid dewasa menyatakan keberatannya.

C. Keadaan Madrasah-Madrasah pada Masa ORLA (1945-1959)
Di terangkan, bahwa madrasah-madrasah di Minangkabau sebelum Indonesia merdeka amat banyak bilangannya, dari madrasah-madrasah ibtidaiyah, tsanawiya sampai ke sekolah Guru Agama Atas. Sedangkan sekolah-sekolah guru agama saja lebih dari 10 buah banyaknya, seperti normal islam, Islamic College,Training College, Kuliah Mubalighin/ mubalighot, Mu’allimat dan lain-lain.
Tatkala kota Padang diduduki tentara sekutu (Belanda), terjadilah pertempuran tiap-tiap malam antara tentara belanda dengan pemuda-pemuda Indonesia. Oleh karena pertempuran bertambah hebat juga, maka pada pertengahan tahun 1946 Normal Islam dan Islamic College di Padang terpaksa di tutup, karena guru-guru dan pelajar-pelajarnya terpaksa mengungsi di Bukittinggi. Dengan sepakat beberapa guru-guru agama, maka didirikan di Bukittinggi. S.M.I (Sekolah Menengah Islam ) sebagai ganti normal islam dan Islamic College yang telah ditutup di Padang yaitu pada bulan September 1946. Alat-alat perkakas normal islam di Padang seperti kursi-kursi, meja bangku, alat-alat praktikum kimia dan ilmu alam, peta-peta dan lain-lain. Semuanya diangkut ke Bukittinggi untuk dipakai di S.M.I.
Mula-mula S.M.I. itu dipimpin oleh Mahmud Yunus. Tatkala Mahmud Yunus pindah ke Pematang Siantar ( Desember 1946 ), maka pimpinan S.M.I. dipegang oleh H. Bustami A. Gani. Setelah S.M.I. bediri, lalu dijadikan sekolah negeri di bawah Jawatan Agama Sumatera Barat dengan Beslit Residen Sumatera Barat. Akhirnya S.M.I. dijadikan S.G.H.A. negeri dengan beslit Menteri Agama ( Januari 1951).
Waktu ibu kota propinsi Sumatera di Pematang Siantar ( tahun 1947 ), maka Mahmud Yunus sebagai kepala bagian Islam pada Jawatan Agama propinsi Sumatera, telah merencanakan rencana baru untuk persatuan madrasah-madrasah seluruh Sumatera. Selain dari pada itu madrasah-madrasah vak, seperti Mu’allimin, muballighin dan sebagainya.Yang mula-mula melaksanakan rencana baru, ialah M. Thaha kepala Jawatan Agama keresidenan Lampung, yaitu dengan mendirikan S.M.P.I. tiga buah di daerah Lampung serta beberapa buah S.R.I. ( tahun 1948 ). Ketika ibu kota propinsi Sumatera pindah ke Bukittinggi ( akhir tahun 1947 ) karena Pematang Siantar diduduki tentara Belanda, maka pendidikn agama dilancarkan dari Bukittinggi ke seluruh Sumatera yang dikuasai oleh R.I. Untuk melancarkan itu diangkat Mahmud Yunus sebagai inspektur Agama pada Jawatan P.P.K. propinsi Sumatera, sambil merangkap kepala bagian Islam pada Jawatan Agama propinsi Sumatera ( awal tahun 1948 ). Pada tahun 1948 Mahmud Yunus mengeluarkan rencana pemgajaran Agama untuk S.M.P. seluruh Sumatera dengan persetujuan Kepala Jawatan P.P.K. propinsi Sumatera ( Hoetasoit ).
Dengan demikian dapatlah dilancarkn pelajaran Agama di S.R. dan S.M.P. menurut rencana pengajaran yang teraturdan serupa seluruh Sumatera. Pada tahun 1949 Mahmud Yunus menerbitkan buku: Pemimpin Pelajaran Agama untuk sekolah menengah, ( baru untuk kelas I ).
Pada masa P.D.R.I. ( Pemerintah Darurat Republik Indonesia ) tahun 1949 adalah Menteri Agama Mr. Tg. M. Hasan , merangkapMenteri P.P.K., sedangkan sekretaris Kementrian Agama adalah Mahmud Yunus sendiri. Maka pada masa itu Mahmud Yunus mengemukakan rencana baru madrasah-madarsah kepada Menteri Agama, supaya rencana itu diresmikan untuk madrasah-madarsah seluruh Sumatera. Maka Menteri Agama menyutujui usul itu, lalu diresmikan rencana madrasah-madrasah itu pada tahun 1946.
Setelah dilakukan penyerahan kedaulatan oleh Pemerintah Belanda kepada Pemerintah R.I. (Desember 1949 ), maka oleh Kepala Jawatan Agama Sumatera Barat Nasrudin Thaha ( tahun 1950 ) dianjurkan supaya S.M.P.I. didirikan pada tiap-tiap kabupaten diseluruh Minangkabau.
Dengan demikian berdirilah beberapa buah S.M.P.I. yang direncanakan akan dibelanjai oleh Jawatan Agama Sumatera Barat. Tetapi amat sayang, tatkala dilakukan perhubungan antara Jawatan Agama Propinsi Sumatera dengan Kementrian Agama Yogyakarta ( tahun 1950 ), maka Menteri Agama tidak dapat menyutujui S.M.P.I. itu dijadikan sekolah-sekolah negeri ( Kementrian Agama ). Meskipun Mahmud Yunus telah memperjuangkan demikian itu tatkala ia pindah ke Pusat Kementrian Agama Yogya ( 1 Mei 1950 ) tetapi tidak juga berhasil pengakuan itu.Dengan demikian guru-guru agama S.M.P.I. menjadi kecewa semuanya, padahal mereka mendirikan S.M.P.I. itu adalah atas anjuran kepala Jawatan Agama karesidenan Sumatera Barat berdasarkan penetapan Menteri Agama P.D.R.I. ( tahun 1949 ). Meskipun begitu guru-guru agma itu mengalah saja, karena harus tunduk kepada pemerintah Pusat.

IV. KESIMPULAN
1. Kebijakan pemerintah RI pada masa ORLA setelah indonesia merdeka dengan memebina pendidikan agama secara formal institusional yang dipercayakan kepada Departemen Agama dan Departemen P & K (Depdikbud)
2. Pendidikan islam yang dulunya hanya sebagai pengganti pendidikan budi pekerti telah diatur secara resmi oleh pemerintah dengan dikeluarkannya peraturan bersama dua menteri yaitu menteri Agama dan menteri pendidik dan pengajaran sebagai pendidik yang dikhususkan.
3. Pada tanggal 2 oktober 1946 – 27 Juni 1945 dibentuk panitia penyelidik pengajaran yang merekomendasikan penguatan posisi pendidik agama.Dimana pada saat itu kementerian PP&K dipegang oleh Mr.Suwandi. dan pada masa kabinet Moh.Hatta dan kementerian agama dipegang oleh Wahid Hasyim , pendidikan agama mengalami banyak kemajuan.
4. Madrasah-madrasah atau SMPI yang mana kurikulum pelajarannya banyak mengajarkan tentang keagamaan itu sulit sekali untuk dijadikan sekolah-sekolah negeri.

V. ANALISIS
Dengan paparan di atas, dapatlah diambil analisa bahwa pendidikan Islam pada masa Orde Lama terfokus kedalam dua hal: Perkembangan dan peningkatan mutu madrasah sehingga diharapkan mampu sejajar dengan sekolah umum dan memperluas jangkauan pengajaran agama, tidak terbatas pada madrasah, tetapi menjangkau sekolah umum bahkan perguruan tinggi umum. Kedua hal ini terkait erat dengan upaya pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Departemen Agama melakukan konvergensi dualisme pendidikan yang telah tumbuh sejak masa kolonial.
V. PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat, dan kami sangat sadar sekali kalau adanya makalah ini banyak kesalahan dan kekuranganya. Kritik dan saran selalu kami nantikan dengan lapang dada. Terimakasih atas perhatiannya.